berikabarnusantara.id, TANJUNG SELOR – Ketua Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Kalimantan Utara (Kaltara) Bastian Lubis, mengatakan minimnya alokasi anggaran pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) akan berdampak pada tidak tercapainya misi, program/kegiatan kepala daerah, baik gubernur, bupati maupun walikota.
Karena itu, Bastian Lubis mendorong Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) sebelum ditetapkan menjadi Perda APBD disetiap tahunnya harus disingkronkan dengan visi, misi, program, kegiatan kepala daerah yang sudah tertuang dalam Perda RPJMN masing-masing daerah.
Menurutnya, dalam mewujudkan sebuah visi dan misi setiap kepala daerah, khususnya di pemerintah daerah, tentunya didukung oleh anggaran. Seperti diketahui, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah dalam setahun yang menggabarkan arah kebijakan daerah yang harus dicapai.
Semua SKPD mengusulkan program kerjanya beserta alokasi anggaran yang dibutuhkan sesuai proram kerja dalam misi yang menjadi tupoksi di perangkat daerah tersebut/money follow program sehingga input, output, outcome dan inpect dapat terukur dengan pasti.
Setelah semua usulan kegiatan berserta anggaran dari SKPD masuk dihimpun oleh Bapeda, maka diusulkan ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk disinkronisasikan dengan anggaran yang tersedia dalam tahun anggaran, baru kemudian diusulkan ke Badan Anggaran (Banggar) Dewan untuk dibahas setelah selesai dikirim ke Kemendagri, untuk diasistesikan agar semua telah sesuai dengan regulasi yang ada dan diharapkan tidak ada kegiatan yang overlapping dengan pembiayaan oleh pemerintah pusat.
Begitupula dengan APBD kabupaten/kota harus diasistensi oleh provinsi, agar sesuai dengan regulasi yang ada dan menghinadari terjadinya double pembiayaan antara provinsi dengan kabupaten/kota.
Melihat dan menganalisa beberapa Perda APBD Tahun Anggaran 2022 dan 2023 di beberapa Pemda Provinsi/Kabupaten/Kota di Kaltara, masih jauh dari target- target capaian RPJMD-nya.
Hal ini salah satu penyebab tidak jalannya mekanisme proses penyusunan anggaran dari bawah ke atas (bottom up), sehingga di Bappeda sebatas mengawal misi/program kerja tanpa mengawal besaran anggaran yang diusulkan dari masing- masing SKPD.
Dilanjutkan lagi dengan proses pembahasan di TAPD yang sebatas penentuan plafon/pagu anggaran tanpa melihat apakah anggaran tersebut punya daya ungkit atau tidak, lebih lake and dislike dari Badan Pengelola Aset Daerah yang tergabung dalam TAPD.
Semua regulasi sudah sangat jelas terang benderang dalam paket UU Keuangan Negara (UU No 17 thn 2003; UU Nomor 1 Thn 2004; dan UU Nomor 15 Thn 2004) serta Permendagri.
Jadi, semua ini sudah jelas ada pelimpahan wewenang. Jadi, jangan ada lagi kata-kata yang menyatakan, ini semua arahan dari kepala daerah lagi. Kecuali dalam mengalokasikan anggaran tidak masuk dalam misi kepala daerah baru bermohon melalui kajian staf, apa disetujui atau tidak.
“Memang, kalau Saya lihat anggaran yang tersedia di beberapa OPD sangat minim sekali, sehingga sulit rasanya bisa melaksanakan kegiatan yang menunjang tercapainya visi misi dalam RPJMD. Jangan diharapkan adanya daya ungkit untuk meninggkatkan pendapatan daerah, karena anggaran habis untuk keperluan operasional lain,” kata Bastian Lubis.
Jadi, sambungnya, diharapkan semua SKPD berani melaksanakan tupoksi yang menjadi tanggungjawabnya. Karena semua kegiatan gaji tunjangan operasional, kegiatan sudah dibiayai oleh anggaran negara .
“Karena penganggaran yang terbatas, seharusnya lebih fokus pada program yang langsung dirasakan oleh masyarakat luas. Kita semua sebagai pejabat eselon dua sudah seharusnya meningkatkan kinerjanya sesuai pakta integritas yang sebelum dilantik sudah disepakati dengan kepala daerah. Jabatan adalah amanah, sehingga sewaktu waktu bisa dicabut, datang dan pergi sesuai dengan yang mengangkatnya,” ujar Bastian Lubis, melalui telepon selulernya, Jumat (29/9/2023).
Nah, sambungnya, setiap misi dari Pak Gubernur, program dan kegiatan itu selalu ada uang ‘kan. Untuk mencapai itu, ‘kan harus ada uang, ya ‘kan?.
“Program misi tidak ada rupiahnya, ‘kan berarti tidak jalan. Koreksi di situ, ya ‘kan. Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) itu dipimpin oleh sekretaris daerah (sekda) TAPD, terdiri atas pejabat perencana daerah, PPKD, dan pejabat lain sesuai dengan kebutuhan,” jelas Bastian.
Diungkapkan, ini yang terjadi di Provinsi Kalimantan Utara, tidak seperti di daerah-daerah lain di Kalimantan Utara. Langsung di patok sekian miliar, 10 miliar, 15 miliar atau 20 miliar begitu, dikasih pagu anggaran masing OPD, tanpa melihat daripada misi kegiatan gubernur program kerja.
Contoh, tambahnya, misalnya di dinas perikanan yang sebesar itu luasnya, itu cuma 3,2 miliar. “Nah, 3,2 miliar, kalau kita bagi 4 bidang ya ‘kan bagi 12 satu bulan, cuma 66 juta. 66 juta apa yang di kerja ya ‘kan enggak ada,” papar Bastian Lubis.
“Di Kalimantan Utara lebih mendekatkan diri pada telaahan staf. Itu bisa ada apabila misinya Pak Gubernur itu menyimpang daripada misi itu baru boleh Telaahan staf. Kalau selama misinya itu masih dia ada, enggak boleh telaahan staf. Yang terjadi di sana telaahan staf yang bejibun, banyak. Kalau Saya lihat, sedikit sekali yang tersentuh program kerjanya Pak Gubernur tercapai gitu loh,” jelas Bastian.
Telaahan staf adalah suatu bentuk naskah dinas. Telaahan staf didefinisikan sebagai naskah dinas yang berisi analisis pertimbangan, pendapat dan saran-saran secara sistematis.
Akhirnya, kata Bastian, anggaran ditetapkanlah yang dominan lebih Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Karena BPKAD itu sebenarnya bisa menetapkan berapa. Dia cuma ditanya berapa uang yang ada, tapi yang menetapkan Bappeda. Nanti ada masukan lagi disinkronkan oleh tim.*(sal)
Editor : Akung